Ternyata memasuki ruang dosen jauh lebih mudah dan lebih sulit dari yang kubayangkan.
Pertama, ruang dosen jurusan Teknik Informatika terletak di lantai 2 gedung perpustakaan. Kabar baiknya, semua orang bebas memasuki gedung perpustakaan. Kedua, ruang dosen sedang sepi karena sekarang sudah lewat 15 menit sejak jam makan siang.
Aku mengamati layar komputer yang menampilkan layar-layar kecil CCTV.
Sebuah motor hitam melesat di jalur 99. Motor milik rekan kerjaku, RED. Dia menggunakan setelan serba hitam dan helm hitam—pakaian khas yang dipakai saat bekerja denganku. Mungkin jika dua kali lagi dia mengenekannya, aku akan hapal letak sobek di celananya dan noda putih di helmnya—ups ternyata aku sudah hapal.
tw // mention of death ; minor character death ; trauma ; suicide
Hai.
Aku Himalaya. Biasa dipanggil Haya. Aku berbeda dari anak lain yang membanggakan nama pemberian orang tua mereka. Himalaya adalah nama yang kubuat sendiri—karena aku hanya memiliki diri sendiri.
Orang pertama yang datang adalah Naresh. Pukul delapan tepat, lelaki itu tersenyum dengan kaos putih dan celana jeans berwarna biru cerah, pakaian khas yang digunakan Naresh kemanapun—sejak dulu.
“Kenapa? Ada kerjaan?” Julian otomatis menoleh pada kekasihnya saat mendengar helaan napas panjang dari mulut Raden.
“Eh? Nggak apa-apa, Mas.” Raden memasukkan ponselnya ke dalam saku jaket, “kita mau minum tehnya di mana? Di situ mau?” Telunjuk Raden menunjuk kursi kosong di sebrang trotoar.