Selamat Ulang Tahun, Raden!
cw // kissing ; implied sexual content
“Make a wish dulu sebelum tiup lilin.”
Bibir Raden melengkung, ia segera menangkupkan tangannya, memejamkan mata sekilas lalu merapalkan doa dalam batin.
cw // kissing ; implied sexual content
“Make a wish dulu sebelum tiup lilin.”
Bibir Raden melengkung, ia segera menangkupkan tangannya, memejamkan mata sekilas lalu merapalkan doa dalam batin.
Sebuah helaan napas kasar memenuhi ruang kamar empat kali empat. Lelaki yang sedang mengerjap mata beberapa kali—Raden—menghempaskan punggungnya di sandaran kursi. Matanya terasa berat setelah tiga jam menatap layar laptop.
“Nguopo lho gawe roti barang ki. Koyok iso masak wae. Untung ono aku, nek ra ono aku terus rotimu ra enak pie?” (Ngapain bikin roti segala, kayak bisa masak aja. Untung ada aku, coba kalo nggak ada aku terus rotimu nggak enak gimana?)
tw / divorce
Julian segera mematikan layar ponsel begitu melihat Mama keluar dari kamar mandi. Ia telah menunggu sepuluh menit di ruang tengah. Jantungnya berdetak resah pada Mama dan pikirannya terus melayang pada Raden.
Bagaimana kalau Mama tak setuju pada hubungannya dengan Raden?
Bagaimana kalau Raden terlampau sakit hati untuk memaafkan Mama?
Bagaimana kalau nanti ia harus dihadapkan pada pilihan sulit?
“Oma kok kayak siap-siap tadi, mau ikut kerja bakti juga?” Tanya Julian begitu Raden memasuki mobilnya.
Raden menggeleng, “paling cuma mau ikut kumpul di rumah Bu Lily.”
“Oh, nggak mau bareng sekalian?”
Katanya, saat memulai hubungan, kepalamu akan dipenuhi awan-awan. Suatu saat mereka akan turun sebagai hujan di mata, tapi cerahnya senyummu akan membuatmu tak takut kehujanan.
Kamu tak lagi takut basah saat ujung bibirmu terangkat.
Masih pagi.
Jarum jam belum sempurna terbentang di angka dua belas dan enam.
Masih teramat pagi hingga hembus angin masih terasa dingin.
“Mas, kamu kayak...” Raden mengamati Julian dari ujung kepala hingga ujung kaki—kaos putih dibalut jaket hoodie biru tua dengan celana jeans hitam, “mahasiswa.” Lanjutnya saat melihat rambut Julian yang memanjang menutup dahi.
Perasaan Raden campur aduk.
Tangannya yang satu menenteng tas bekal dan tangan yang lain merapikan kaos putih yang dikenakan.
Raden menggigit bibir memandang pantulan diri di kaca jendela teras.
Katanya, takdir selalu memiliki caranya sendiri untuk membuka jalanmu. Entah ia memberimu petunjuk agar tak hilang arah atau mendorongmu hingga jatuh dan berdarah.
Raden sedang termenung di teras, tempat ini menjadi lokasi favoritnya untuk menata pikiran satu per satu.