Raden tak pernah menyangka bahwa lelaki yang dulu meminjaminya payung akan menjadi bahan utama percakapannya dengan Yoshi malam ini.
“Intinya dia naksir gue.” Lelaki dengan kaos putih polos dan celana kain selutut itu duduk bersila di teras, tangan kiri menahan ponsel di telinga, tangan kanan menahan sepuntung rokok yang tinggal setengah.
“Kamu udah makan?” Menjadi kalimat pembuka dari Julian begitu Raden memasuki mobil. Lelaki itu tersenyum saat aroma segar bercampur manis vanilla menyapa hidungnya.
“Kegalapan mengingatkanmu pada apa?” Raden—dengan kemeja biru dongker dan kaos putih, menyandarkan satu bahu di rak buku. Tangannya memegang buku persegi yang cukup tebal.
“Hmm...” Julian—berdiri setengah meter dari Raden, menggumam pelan, ia sempat membuang pandang pada rak di kanan kiri.
“Kenapa?” Menjadi kata pembuka dari Raden. Ia tak ingin repot-repot mengucap salam, ia tau Yoshi akan menyuarakan seluruh tanda tak terima dan menutut.
“Kok bisa pas lho tadi ada Iyan?” Ujar Eyang yang sedang duduk di samping Raden, ia baru selesai berbincang ringan dengan Julian mengenai pusat perbelanjaan yang baru dikunjungi.
“Bisa lah, Oma.” Walau tak menoleh, terdengar bahwa Julian menjawabnya sembari tersenyum. Ia tengah fokus mengamati jalanan yang diguyur hujan.
Julian sedang menunggu di dalam mobil. Satu sikunya disandarkan pada lubang jendela mobil yang kacanya sengaja dibuka. Separuh wajahnya diterpa angin bersama sinar matahari yang menyapa hangat.
Di kanan-kiri mobil tak terlihat warga yang sedang kerja bakti—justru sepi, mungkin karena beberapa warga tengah membersihkan area lain.