Dikatakan atau tak dikatakan, itu tetap cinta– Tere Liye
Bruk!
Raib merebahkan diri di kasur. Menenggelamkan wajah di bantal.
Ia baru saja menyelesaikan dua puluh lembar makalah yang harus diserahkan besok pagi. Tugas ini sudah diberikan sejak beberapa hari lalu, namun—tentunya—Raib tak bisa menyuruh Malik untuk mengerjakan tugasnya. Akhirnya, ia menghabiskan waktu seharian untuk mengebut tugas ini.
Malik baru saja akan mengetuk ketika ia menyadari pintu kamar Jerri tak sepenuhnya tertutup. Ia menghembuskan napas lega, tangannya sedang membawa nampan berisi dua gelas teh panas, cukup sulit untuk mengetuk pintu.
Didorongnya pintu kamar Jerri dengan lengan, “Jerri?” Kepalanya melongok, mendapati Jerri yang sedang menempel ponsel di telinga, duduk di ujung ranjang.
Hugo-Raib dalam bentuk arwah, dan Malik dalam tubuh Raib.
Tentunya, mereka sempat berdebat apakah tubuh Raib harus ikut dibawa atau ditinggal di kamar. Akhirnya, demi keamanan tubuh Raib dan karena tak ada satu pun di antara mereka yang dapat menyentuh barang, maka tubuh Raib harus diikutsertakan.