Suaramu, Jalan Pulang yang Kukenali
Suaramu lindap di antara celah tanya ketika aku bertanya: inikah masanya? – Adimas Immanuel
cw / tw // harsh words ; cheating ; violence ; blood ; murder ; major character death
Suaramu lindap di antara celah tanya ketika aku bertanya: inikah masanya? – Adimas Immanuel
cw / tw // harsh words ; cheating ; violence ; blood ; murder ; major character death
cw / tw // harsh words ; cheating ; violence ; wound ; blood ; major character death
Pada faktanya, Hugo tak pernah benar-benar pergi.
Hugo selalu ada di sana, di samping Raib. Menunggunya mengumpat, marah-marah, atau menangis satu jam penuh.
cw / tw / cheating ; violence ; harsh words
Raib sedang duduk di kursi makan. Pak Juna—yang duduk di seberangnya—baru saja menyiapkan makan malam. Sederhana, sup krim jagung.
“Silakan dimakan, Raib.” Pak Juna mendorong mangkok berisi sup pada Raib.
“Kamar gue di lantai 2. Tenang aja, kasurnya gede, kok. Bersih juga karena ada Mami.” Raib berjalan santai di dapur.
Hugo mengikutinya dari belakang, tersenyum mendengar cerita Raib tentang rumahnya, “Terus nanti aku diajak jalan-jalan kemana aja?”
tw / cw // harsh words , cheating
“Gue dulu.” Raib memutar kursi belajar.
“Nggak, ini lebih penting.” Sergah Hugo cepat, berdiri mendekati Raib.
Raib menggeleng, “Apa yang mau gue bilang, jauh lebih penting.”
cw // harsh words.
Recall Denah Lantai 2
Raib melangkah perlahan menapaki tiap anak tangga menuju lantai dua. Kegelapan langsung menyapa mata, jendela-jendela dan gorden tertutup rapat.
Dikatakan atau tak dikatakan, itu tetap cinta– Tere Liye
Bruk!
Raib merebahkan diri di kasur. Menenggelamkan wajah di bantal.
Ia baru saja menyelesaikan dua puluh lembar makalah yang harus diserahkan besok pagi. Tugas ini sudah diberikan sejak beberapa hari lalu, namun—tentunya—Raib tak bisa menyuruh Malik untuk mengerjakan tugasnya. Akhirnya, ia menghabiskan waktu seharian untuk mengebut tugas ini.
Malik baru saja akan mengetuk ketika ia menyadari pintu kamar Jerri tak sepenuhnya tertutup. Ia menghembuskan napas lega, tangannya sedang membawa nampan berisi dua gelas teh panas, cukup sulit untuk mengetuk pintu.
Didorongnya pintu kamar Jerri dengan lengan, “Jerri?” Kepalanya melongok, mendapati Jerri yang sedang menempel ponsel di telinga, duduk di ujung ranjang.
Dan kini, ketiganya di dapur.
Hugo-Raib dalam bentuk arwah, dan Malik dalam tubuh Raib.
Tentunya, mereka sempat berdebat apakah tubuh Raib harus ikut dibawa atau ditinggal di kamar. Akhirnya, demi keamanan tubuh Raib dan karena tak ada satu pun di antara mereka yang dapat menyentuh barang, maka tubuh Raib harus diikutsertakan.
cw // smoking
“Malik!”
Raib menyapa Malik yang sedang menggunakan tubuhnya untuk duduk di teras sambil... merokok.
Hal yang membuat Hugo marah setengah mati (atau setengah hidup?) pada Raib.