Life Goes On (With or Without You)
CW // Harsh words
Wow.
Aku sedang duduk di sofa ruang tamu ketika membaca surat dari Regan.
Pertama, suratnya terlalu ganjil.
CW // Harsh words
Wow.
Aku sedang duduk di sofa ruang tamu ketika membaca surat dari Regan.
Pertama, suratnya terlalu ganjil.
TW // Mentioning of domestic violence.
Kau sanggup dan aku kuat. Kau pergi, dan aku akan berlari. Hingga kita tak temukan lagi sisa-sisa pedih karena saling menyakiti – perkataKA
Katanya,
Breakups don't break you. They rob you of the ability to love someone else in the same way, ever, again.
Tak ada cara mencintai yang sederhana, kecuali baris pertama puisi Sapardi, baris selanjutnya tak sederhana. Kenyataan memang tak sederhana – raedubasha
Regan memandang pelayan yang datang membawa dua gelas kopi panas.
Satu milik Regan, satu milik Musa.
CW // Mentioning gambling TW // Regan and his low self esteem, Regan and his emotion to his mother, Naim and how he sees the world as the gambling table
Tidak ada kalah dan menang, hanya ada untung dan berkorban.
Apa yang Regan pikirkan dua hari belakangan?
Musa.
Tepatnya, hubungannya dan Musa.
Regan setuju pada gagasan kekasihnya, tak ada hubungan yang sempurna.
Menjadi seorang Ibu adalah fenomena yang tak bisa dijabarkan, tanggung jawab yang tak bisa ditelaah, dan sekelumit kata yang tak bisa ditafsirkan.
Jika menjadi seorang Ibu dimulai sejak hari pertama kamu mengetahui ada nyawa lain dalam perutmu,
Kapan tugas seorang Ibu selesai?
CW // swearing;cursing; lots of talk(S) TW// mentioning of wounds, mentioning of post trauma,
“Gue yakin masih ada hal lain yang belum diceritain Naim.” Hiro yang duduk di lantai bersandar meja belajar mulai menunjuk Naim.
Naim yang sedang setengah tiduran di kasur mulai menegakkan duduknya, “Apa coba sebutin?!”
“Ya nggak tau?! cerita sepenting itu aja baru lo ceritain tadi malem!” Hiro membuang muka.
CW // kissing ; giving hickey TW // Toxic relationship; violence; guilt tripping; lack of self-esteem
“Ngobrol di kamar aja.” Regan menutup pintu ruang tamu, menunjuk kamarnya dengan lirikan mata.
TW // Fight, blood, violence, harsh words, mentioning post trauma.
“Gue benci liat muka lo.” Menjadi kalimat sambutan saat Naim sampai di lahan kosong di belakang Hotel Neo.
Separuh lahan sudah digunakan untuk konstruksi bangunan baru namun proyek ini sudah mangkrak lebih dari satu tahun.
Disini, tenang.
Regan sampai di depan kos Naim. Rumah dua tingkat bergaya American classic dengan nuansa putih.
Pukul empat lebih empat puluh lima menit.
TW // Post Trauma
Rasaku sudah kumatikan, namun lupa kumakamkan
Tiga puluh menit telah berlalu sejak Regan berada di atas motor.
“Gue mau cerita sambil jalan ya, lo harus bawa motor pelan-pelan biar suara gue nggak kalah sama suara angin,”
“Oh, nggak usah pakai helm, biar lehernya nggak usah miring-miring.”